Saturday, May 12, 2007

pembunuh.itu.diampuni

8.januari.2006


SEBUAH acara bincang-bincang di sebuah stasiun televisi membuat aku menghentikan tangan memindah-mindah chanel tv.
Aku tertarik dengan tema yang tertera, kalau tidak salah ; “Saat Buah Hati Pergi”. Romeo, seorang bapak, berusia kira-kira 40 sampai 50 tahun, menceritakan runtun kisah ketika anaknya dmamanuh oleh temannya sendiri.

Anaknya itu bernama Marco. Baru saja pulang dari Australia setelah satu setengah tahun sekolah di sana. Ia lmamaran di Indonesia, rencananya satu setengah bulan. Namun satu minggu sebelum ia kembali ke Australia, ia harus pergi untuk selama-lamanya.

Dua minggu sebelum Marco pulang, ia sedang reuni dengan kawan-kawan SD-nya. Sejak saat itu, kawan-kawannya sering main ke rumahnya; basket dan playstation. Termasuk di antara kawan-kawan itu adalah kawan yang membunuh Marco. Setelah beberapa hari, ia pun sudah terbiasa main ke rumah Marco.

Sampai satu hari, ia main ke rumah Marco sendirian. Orang tua Marco sedang menghadiri acara makan malam. Adik Marco, Melisa, sedang mendengarkan discman di kamar atas. Pembantu rumah tangga sedang menyiapkan makanan di dapur. Tiba-tiba, entah kenapa, teman Marco yang kabarnya pengguna narkotik ini menusukkan pisau (yang sudah disisapkan dari rumah-) ke leher Marco. Ia pun pergi ke dapur, memukul kepala pembantu dengan botol, mengikat dan menguncinya di dalam kamar. Ia naik ke atas, ke kamar Marco, yang berhadapan dengan kamar Melisa. Ia mengganti bajunya yang berlumuran darah itu dengan baju bersih Marco. Ia mengambil handphone Marco dan entah yang lainnya. Lalu ia pergi.

Pembantu Marco berhasil melepaskan diri, ia menghampiri Melisa dan mendapati Marco sudah terkapar. Mereka menelpon Bapak dan Mama Romeo. Orang tua Marco dan Melisa ini kemudian segera pulang. Di dalam perjalanan, Bapak Romeo sudah merasakan kalau anaknya, Marco telah pergi untuk selama-lamanya. Ia menggenggam erat tangan istrinya dan menyerahkan dengan ikhlas kepada Tuhan, anaknya ini. Ia menganggap bahwa anaknya ini adalah titipan Tuhan, ketika Marco harus pulang kembali, ia tidak bisa berbuat apa-apa, maka ia merelakannya dengan tulus.

Satu hal yang tidak akan pernah aku lupa, kalimat bapak Romeo ini.
Siapapun pembunuh anak kita ini, kita harus mengampuni. Marco sudah tidak ada dan tidak ada cara untuk mengembalikan dia hidup kembali., maka kita mengampuni dia dan merelakan Marco pergi. Selama dia hidup kita sudah berusaha memberikan yang terbaik kepadanya, maka sekarang kita fokus pada yang masih hidup saja, yaitu Melisa, adik Marco. Kita berusaha berikan yang terbaik kepadanya.

Semua kawan-kawan, famili dan handai taulan menangisi Marco, tapi bapak Romeo tetap tegar dan merelakan kepergian Marco tanpa dendam apaun pada pembunuhnya. Ia bahkan tidak pernah bertemu dengan pembunuh anaknya ini, karena dia pikir, ia sudah mengampuni dan menganggap sudah selesai. Ia tahu pembunuh anaknya ini seusia dengan Marco. Ia tahu ia sedang melakukan keslaahan besar, namuan ia punya harapan bahwa suatu saat nanti, pembunuh itu akan berubah dan menjadi orang yang lebih baik lagi.

Kemudian, stasiun televisi ini menanyangkan kawan Marco yang membunuh anaknya ini. Ia penuh isak tangis meminta maaf dnean sungguh-sungguh kepada orang tua Marco. Ia telah mendapat hukuman 12 tahun penjara.



Wow! Pembunuh itu diampuni, dan ia meminta maaf.
Itulah yang namanya cinta.

Aku hanya terdiam. Bisakah aku memiliki hati setegar itu?
Bisakah ajaran cinta kasih semacam itu aku realisasikan?

No comments: