Saturday, April 02, 2005

Sobat Mimpi

“Enggak ada apa-apa!”
“ Tapi, Mo’ aku merasa ada sesuatu yang terjadi di antara kalian...”
“Ah, sudahlah!! Antara aku dan Chica gak ada apa-apa. Tidak ada yang terjadi di antara kami !!!”
Elmo langsung menutup gagang telepon itu. Saking kerasnya terdengar sampai di teleponku. Aku tidak tahu, kenapa kali ini Elmo tidak mau percaya kata-kataku. Ah, entahlah. Aku sendiri juga tidak tahu, apakah semua yang ada di mimpiku itu akan terjadi ataukah itu hanyalah mimpi. Ya.apalah arti sebuah mimpi ?!
Tapi, tidak. Rasanya apa yang ada di mimpiku lain dengan mimpi siapapun. Aku merasa setiap kejadian yang kulihat di mimpi itu benar-benar nyata. Dan biasanya hal itu pasti terjadi. Karena memang sudah beberapa kali terjadi. Aku sendiri mengalaminya.
Oh,.. Dalam mimpiku semalam itu aku melihat ada seorang wanita yang cantik namun di balik itu, hatinya begitu buruk. Aku melihat dia mencoba membunuh Chica, pacar Elmo, sobatku. Chica tidak berdaya menghadapi wanita kurang ajar itu, karena tangannya menebarkan sihir yang begitu kuat. Kemudian aku melihat lagi Chica datang dengan tubuh yang terluka dan berdarah. Sayang sekali pada saat itu aku langsung terbangun karena kaget.
Elmo benar. Kuharap ini hanyalah ilusiku yang ada di mimpi. Sejenak aku baringkan kembali tubuhku di ranjang. Hari telah larut. Sudah jam 11 malam tampaknya. Karena aku mendengar raung suara Disang yang diparkir di depan rumah. Disang itu milik Pak Haden, seorang angkatan laut yang rumahnya persis di sebelah rumahku. Sayup-sayup aku mendengar lolongan serigala yang jauh di bukit. Memang itu sudah jadi ‘musik pengirng’-ku menjelang tidur. Rumah baruku yang letaknya tak jauh dari perkebunan menjadi ajang suara-suara lolongan saat malam.
Mataku sulit aku pejamkan. Meski tubuhku lelah karena harus mengurus registrasi mahasiswa di kampusku yang baru, aku tak dapat memejamkan mata. Masih terbayang terus mimpi yang seakan menghimpitku tadi. Aku tidak ingin itu terjadi pada Elmo, sobat karibku. Aku masih ingat, saat dia dengan susahnya mendapatkan Chica dulu. Chica memang seorang yang cantik dan kalem. Meski ia seorang model yang beken, dia tidak sombong. Tutur katanya lembut dan santun. Karna itulah, Elmo jatuh cinta.
Elmo selalu curhat denganku saat ia masih PDKT. Rasanya usaha keras itu tidak sia-sia. Chica kini takluk di pelukannya. Kini usia pacaran mereka bukan seumur jagung lagi. Sudah 3 tahun lebih mereka memadu kasih. Elmo sering datang ke rumahku dan bercerita banyak tentang hubungan mereka, meski aku sudah pindah ke perkebunan ini. Satu hal yang aku tangkap dari setiap cerita itu, dia tidak ingin berpisah dari Chica.
Karena alasan itu, setiap aku merasa ada firasat tidak enak tentang Elmo aku selalu cerita kepadanya, agar ia waspada dan hati-hati. Tapi entah malam ini. Ia begitu marah saat aku menceritakan mimpi aneh itu kepadanya. Aku kini tambah merasa kuatir, kalau-kalau ada kejadian aneh lagi yang bakal datang.
Tak terasa aku kembali larut dalam tidurku. Hatiku benar-benar berharap tidak mengalami mimpi aneh lagi. Dalam pandanganku aku hanya melihat langit hitam yang kelam tanpa berhias satu bintang-pun.
Rasanya baru sepuluh menit lalu aku tenang tertidur, kini dalam penglihatanku aku sudah melihat sesosok tubuh yang terkulai. Tangannya berlumuran darah. Wajahnya lusuh dan tak jelas terlihat. Aku hanya mendengan gelegar-gelegar tawa yang keras. Sebenarnya ingin kulihat tubuh siapa itu, namun aku urungkan niat dulu. Setelah suara itu hilang, barulah aku menghampirinya.
Tapi, mengapa aku tidak dapat menyentuhnya dan membalik wajahnya. Aduh, bagaimana ini ?! Sesaat aku hanya terdiam. Aku berharap dapat segera keluar dari mimpi ini. Namun, aku tidak bisa. Aku mencoba menyentuh tubuh itu. Aneh. Masih tidak bisa.
Akhirnya aku mendengar rintihan dari mulutnya. Ia palingkan wajahnya. Astaga! Chica! Apa yang terjadi dengan dirimu? Aku mencoba untuk memanggil namanya, namun tidak bisa. Chi.... C... Mulutku terkunci. Dan yang lebih mengejutkan, ia tidak dapat melihatku. Aku mencoba melambai-lambaikan tangan, tapi tetap saja ia tak dapat melihatku. Chica bangkit dan berjalan tertatih kemudian bayangannya menjauh, sesaat hilang. Ooh. Mau kemana dia dengan tubuh penuh luka dan darah yang mengalir.
Kini aku sendirian dalam gelap. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan? Aku terjebak dalam lingkaran mimpi ini. Aku mencoba untuk keluar, namun bagaimana caranya?
Sesaat aku mendengar suara tawa tadi. Kali ini, diikuti sesosok makhluk yang bertubuh besar dengan jubah hitam yang sangar. Aku lalu bersembunyi dibalik bebatuan. Sesaat aku perhatikan tempat ini. Rasanya ini seperti di dalam gua yang besar dan begitu banyak batu.
“Ah... Lepaskan!”
Kenapa makhluk itu mencengkeram Elmo dan membawanya menjauh dari Chica. Aku menyebut dia makhluk, karena memang postur tubuhnya yang raksasa itu, tidak se-sempurna manusia. Ia tampak seperti iblis. Kemudian aku melihat jari-jari tangannya yang besar itu melemparkan Chica dalam kurungan dan pergi dengan tawa yang menggelegar. Isak tangis Chica terdengar memelas. Ia menyebut-nyebut nama Elmo.
Aku lalu menghampirinya, “Ssst. Chica.”
“Hei! ini aku, Kiki. Bagaiman kamu ada di tempat seperti ini....?”
Sama seperti tadi. Mereka tidak dapat mendengarku apalagi melihatku. Lalu mengapa aku ada di tempat seperti ini? Apa gunanya? Mereka tidak dapat mendengar aku, aku juga tidak dapat menolong mereka...
“Tidak!!” tak sadar aku berteriak dan bangkit dari tidurku. Oh, akhirnya aku keluar dari mimpi ini. Tapi, tunggu dulu, aku belum melakukkan apa-apa. Pandanganku kemudian tertuju pada ponsel yang tergeletak di meja belajar. Aku kemudian meraihnya. Kurasa aku perlu menceritakan semuanya pada Elmo. Ah, untung sudah tersambung. Ponselnya tidak ia matikan.
Sudah beberapa kali aku tekan nomornya, tapi kenapa tidak ia angkat juga. Kenapa Elmo tidak terbangun dan mengangkatnya. Tapi aku tidak menyerah. Aku mencobanya lagi. Sayup-sayup aku mendengar suaranya, “Ada apa lagi, Ki?”
“Mo! Kali ini engkau harus mendengarkan aku. Aku tidak mau terjadi hal-hal yang membahayakan bagi Chica. Mo, dengarkan aku,... Tadi aku melihat Chica ada dalam jeruji besi. Ia disekap oleh se... se... seekor. Ya. Seekor iblis di dalam gua yang mengerikan. Mo.. Aku melihatnya.... “
“Dalam mimpimu ?!... Ah, sudahlah! Kiki, Itu hanya mimpimu saja. Kau lihat, sekarang sudah jam setengah satu. Kamu mesti istirahat. Karna besok aku enggak mau kau terlambat ke rumahku. Bukankah besok kita akan bersenang-senang?”
“Elmo. Ini benar, aku berani jamin. Coba kau telpon dulu Chica...”
“Kiki. Sekarang sudah malam.”
“Telepon selularnya. Please....”
“Baiklah. Tapi, kalo sampai tidak terjadi apa-apa...”
“Sudahlah, Mo. Cobalah dulu.”
“Baik aku akan segera menghubungimu nanti.”
“Elmo, terima kasih masih mempercayaiku.”
Aku senang akhirnya Elmo mau mendengar kata-kataku. Kini aku tinggal menunggu telponnya, apakah Chica dalam keadaan baik atau,... Sebenarnya aku berharap itu hanya mimpi. Aku harap Chica tidak apa.
Kuseret langkahku menuju ruang makan, kerongkonganku rasanya kering sekali. Sesaat terdengar suara teguk air yang masuk. Semua memecah sunyi. Suara lolongan serigala itu tak kunjung berhenti juga. Sebenarnya aku berniat untuk menengoknya ke luar, tapi sesaat, bulu kudukku berdiri. Kuputuskan saja untuk masuk kembali ke dalam kamarku.
“Ya, halo.”
“Kiki, aku sudah menelpon Chica. Dan dia tidak apa-apa.”
“Tapi, apa kau benar-benar yakin ?”
“Memang mulanya suara Chica agak aneh, tidak seperti biasa. Kata-katanya terbata-bata. Tapi, aku maklum. Dia kan bangun tidur.”
“Kenapa kamu tidak menanyakan...”
“Ah, sudahlah, Ki! Aku mau tidur dulu. Kamu juga harus beristirahat, bukan ?”
“ Tapi, Mo.”
Ah, Elmo sudah keburu menutup telponnya. Ya, Tuhan. Bagaimana ini? Aku merasa mimpi itu benar-benar akan terjadi? Bagaiman aku meyakinkan Elmo. Masak, aku sendiri yang akan menelpon Chica. Itu tidak mungkin. Chica itu pacar Elmo, sobatku. Lagipula aku tidak tahu nomornya.
BRAK! BRAK! BRAK!
Suara apa itu? Aku jadi merinding. Sebulan aku tinggal di rumah baru ini, tidak pernah ada gangguan seperti itu. Apa itu suara perampok perkebunan atau... suara....
KRIEK. KRIEK. KRIEK. KRIEK.
Oh, belum tuntas aku mencari tahu suara tadi, sudah muncul suara mengerikan lain. Ya, Tuhan... Suara apa itu? Seperti bunyi himpitan-himpitan bambu. Tetapi, mana ada tanaman itu di daerah seperti ini ? Oh. Bulu kudukku semakin berdiri.
Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku masukkan tubuhku ke dalam selimut dan menutup mataku. Sayup-sayup malah kudengar suara bunyi itu jadi satu. Aku takut. Badanku menggigil, tubuhku lemas. Aku berada dimana ini, apakah aku telah terbangun dan berada dalam dunia nyata ataukah masih dalam alam mimpi. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka selimut ini, dan aku sungguh berharap saat aku membukanya hari telah pagi dan aku sudah melewati malam aneh dan mengerikan ini.
Betapa terkejutnya diriku. Aku kembali dalam gua tadi, ke dalam lingkaran mimpi. Posisiku masih sama persis seprti tadi. Namun kali ini aku lebih takut, dalam sayup-sayup bayangan dari balik bebatuan, kulihat sekumpulan makhluk-makhluk mengerikan berkumpul. Tampaknya seperti sebuah pertemuan. Aku tidak dapat mendengar jelas apa yang mereka katakan karena bahasa mereka aneh. Namun, tiba-tiba dengan sendirinya perbincangan itu dapat aku mengerti. Aneh.
“Kita harus menghancurkan hubungan kedua orang itu.” Bayangan putih dengan wajah mengerikan itu berteriak. Saat aku melihat ke bawah, ah, dia tidak mempunyai kaki ! Dia melyang-layang di atas tanah.
“Benar. Mereka berdua memang brengsek! Masa dua orang itu mencoba mempengarungi Doni, anak buah kita.” balas makhluk bertubuh tinggi sekali, dengan taring-taring yang tajam. Di ujung-ujung giginya terdapat cairan-cairan merah. Sementara wajahnya yang pucat pasi itu selalu menyorotkan pandangan yang tajam.
“Kita buat gadis itu terombang-ambing sendiri dengan perasaan cintanya pada laki-laki itu. Hi... hi.... dengan begitu kita bisa meretakkan hubungan keduanya. Hi... Hi...” wanita sangar yang wajahnya cantik tetapi berbau busuk itu kulihat turut andil juga dalam rencana jahat mereka.
Kerongkonganku terasa kering sekali. Bahkan, ludah sendiri pun tak dapat aku telan. Oh, Tuhan... pasti yang dimaksud para iblis itu adalah Elmo dan Chica. Memang Elmo pernah bercerita kalau mereka berdua itu sedang berteman dengan seorang pecandu narkotik. Misi mereka adalah menarik Doni agar berhenti jadi pecandu. Aku sendiri agak takut saat Elmo bercerita padaku dan bahkan sempat melarang tindakan itu lantaran aku tahu, Doni itu punya satu kekuatan supranatural jahat yang ia dapat dari ayahnya.
Tetapi minggu lalu aku sedikit tenang mendengar kabar dari Elmo, bahwa Doni sudah meninggal. Meskipun ia sudah berhenti ‘nyandu’ dan bertobat, tapi zat-zat narkotik yang ada dalam darahnya itu tetap membunuh dia. Elmo juga tampak senang meski ia begitu terpukul. Karena Doni benar-benar berhenti menjadi pecandu, seminggu sebelum ia pergi untuk selama-lamanya.
Namun rupa-rupanya iblis-iblis jahat yang ada di tubuh Doni itu tidak terima. Mereka dendam pada Elmo dan Chica. Setidaknya itu yang aku tangkap dari pembicaraan mereka.
Kalau tadi aku melihat Chica sedang dikurung di lingkaran mimpi, lalu apa yang terjadi dengan Chica di dunia nyata? Sesaat aku memejamkan mata. Jantungku begitu berdegup saat aku buka kembali mataku, sudah berada di kamar Chica. Bagaimana ini bisa terjadi?
Aku melihat Chica terlentang di ranjangnya. Matanya sembab dan merah. Ia terlihat gelisah dan tidak dapat tidur. Oh! Ada dua iblis di sampingnya. Mereka membisik-bisikkan sesuatu. Itu membuat Chica mengucurkan air mata dengan deras. Tapi tubuhnya tetap terkulai tak berdaya. Kaku. Sementara diriku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku kembali memejamkan mata, karena aku juga merasa takut sekali.
“Diam!” iblis berwajah merah itu menyentak Chica. Tangannya yang berbulu, nampak seperti serigala ia dekatkan ke jeruji besi. Ternyata aku kembali lagi ke lingkaran mimpi ini lagi. Aku terombang-ambing. Namun sesaat aku mencoba untuk sadar dan berkonsentrasi, siapa tahu dengan memejamkan mata sekali lagi, aku dapat menuju ke Elmo. Aku berusah keras untuk berkonsentrasi.
Yap. Berhasil. Kini aku sudah ada di sampingnya. Meski lidahku kelu, aku mencoba menggerak-gerakkan tubuhnya. Betapa usahaku itu sia-sia. Ia tidak juga bangun. Bagaimana ini? Aku tidak dapat menyelamatkannya. Aku lalu kembali lagi ke lingkaran mimpi itu. Aku mengumpulkan sisa-sisa keberanian yang ada untuk menyerang iblis-iblis itu. Satu... Dua... Tiga... Yak! Aku berhasil menghantam iblis berbulu serigala itu !
Tapi. Hei! Ada apa ini? Mengapa aku hanya menembusnya? Aku mencoba menikamkan pisau yang kudapat entah dari mana itu ke wajahnya. Namun itu tidak berhasil. Ternyata aku tidak dapat terlihat oleh siapapun di lingkaran mimpi ini. Kemudian aku mencoba berteriak-teriak sekuat tenaga, tapi aku sendiri tidak dapat mendengar suaraku, apalagi mereka. Bagaimana ini? apa yang harus aku lakukan?
Kemudian kuputuskan untuk berjalan menelusuri lorong gua. Meski aku merinding dan takut karna banyak sekali makhluk-makhluk seram yang berkeliaran, aku mencoba untuk melakukannya. Toh, aku tak dapat terlihat oleh mereka.
Baru aku melewati tiga atau empat lorong, aku melihat satu cahaya putih yang terang dan kuat. Cahaya itu sangat menyilaukan mataku. Aku lalu menutup wajah dengan tangan kananku. Kemudian sayup-sayup aku mendengar satu suara yang biasa kukenal.
Aku ingat itu suara ponselku. Sejenak aku meraihnya dan terdengar suara Elmo. Astaga. Lagi-lagi aku kembali ke dunia nyata lagi tanpa berbuat sesuatu apapun yang berguna.
“Ki, saat ini aku sedang menuju ke rumahmu. Sementara itu kamu mesti bersiap-siap untuk ikut denganku.”
“Eh... Kemana, Mo? Aku baru bangun, nih...”
“Chica ditemukan mati di kamarnya...!!.”
TUT. TUT. TUT. TUT.
Telepon Elmo itu terputus. Aku langsung bangkit dari ranjang, dan bergegas mandi serta bersiap. Apa-apaan ini? Mengapa mimpi itu benar-benar terjadi? Seribu tanya bercokol di pikiranku. Ternyata firasat dan mimpi-mimpiku semalam benar. Namun rasa bersalah terus mengiang. Mengapa aku tidak dapat menyelamatkan Chica, mengapa aku hanya diam dan tak dapat berbuat apa-apa? Mengapa dan mengapa? !!!
Kini Elmo sudah ada di hadapanku. Matanya merah. Ia langsung memelukku dengan tangis yang berisak. Ia berbisik di telingaku, “Maaf. Aku tidak mempercayaimu semalam....”
Aku membelai rambutnya. Aku merasa sayang sekali padanya. Tak sadar aku juga meneteskan air mata. Dalam hati kecilku menggema, apa-apaan ini? Dua orang pria menangis dan berpelukan? Menggelikan.
Namun aku cepat tersadar, bahwa hal ini merupakan satu tragedi. Jadi apalah salahnya jika pria mengungkapakan rasa sedihnya bersama. Kami memang sudah seperti saudara, bahkan lebih dari itu. Kemudian aku mengisyaratkan padanya untuk segera bergegas menuju rumah Chica yang jaraknya hampir sejam dari rumahku kalau naik mobil.
Ternyata kami terlambat. Tidak sempat kami datang ke lokasi kejadian dan melihat bagaiman sebenarnya kejadian itu. Tubuh Chica sudah disemayamkan di sebuah peti kayu berukir indah. Elmo langsung menujunya. Perlahan ia membuka cadar wajah Chica. Aku juga turut di sampingnya melihat wajah Chica yang ayu itu terseyum damai. Chica mengenakan gaun putih yang indah. Tangannya dilipatkan, seperti orang berdoa sambil membawa bunga.
Aku melihat, Elmo tidak dapat mengontrol diri. Ia terus menangis sampai saat pemakamannya. Ia masih menyesali kematian kekasihnya itu. Sementara aku sendiri heran, bagaimana mungkin Chica sampai over dosis, sementara tak pernah sekalipun kulihat ia minum obat-obat terlarang.
Ternyata diketahui, bahwa menurut penyidikan polisi, di tempat agency model-nya itu, setiap akan peragaan busana, ia diberi minuman oleh Warty, teman sesama model Chica. Warty membujuk Chica untuk meminumnya dengan dalih bahwa minuman itu minuman kesehatan yang dapat menambah stamina. Berturut-turut sampai setahun Chica selalu melakukannya setiap sebelum show. Ia tak sadar kalau yang dimunimnya itu obat terlarang. Obat itu terus meracuni tubuhnya. Memang kelihatannya ia selalu tampak segar, karena memang obat itu baru bisa menunjukkan reaksi bahayanya dalam jangka waktu kurang lebih satu tahun. Begitu ganas memang. Obat itu sungguh merenggut nyawa.
Warty melakukan itu pada Chica semata-mata karna iri pada kesuksesan Chica sebagai model. Selain itu ia juga naksir berat sama Elmo. Dalam benakku aku bertanya, mengapa hanya karna itu, ia tega membunuh kawannya sendiri.
Pak Pendeta sudah melakukan upacara tutup peti di pemakaman. Kini wajah Chica tak akan pernah terlihat lagi untuk selama-lamanya. Ia sudah menyatu dengan tanah. Aku terus membujuk Elmo untuk merelakan kepergian kekasihnya itu. Ia terus meraung dan memeluk gundukan tanah tempat Chica dimakamkan.
Akhirnya kuputuskan untuk membiarkan dulu Elmo meluapkan rasa sedihnya. Sejenak aku berdiri dan berpaling pada pepohonan yang rindang di hadapanku yang letaknya tak begitu jauh. Astaga! Apalagi ini? Aku melihat 2 bayangan putih yang tersenyum damai dan melambaikan tangan kepadaku. Doni dan Chica!
Belum sempat aku membalas lambaian itu aku melihat bayangan-bayangan iblis yang kulihat di mimpiku itu berusaha mengejar mereka berdua. Tapi usaha itu sia-sia. 2 bayangan putih itu pergi dengan sinar yang kuat penuh damai.
Aku lalu kembali duduk dan kurangkulkan tanganku di pundak Elmo, sembari berbisik kepadanya, “Ia sudah pergi... dengan damai...” (q)

No comments: