Saturday, April 02, 2005

“Tidak terjadi LAGI, kan?”

Sisi kekhawatiran membelah buritan hati Yatman. Tidak pernah ia merasa was-was seperti ini sejak setahun terakhir. Rasanya ada sesuatu yang akan terjadi. Yatman berpasrah saja kepada sang Ilahi. Meski begitu, ia tetap merasakan getaran-getaran yang hanya dimengerti olehnya saja. Sudah ia berbagi dengan nadim-nadim[1]nya, namun tetap saja hanya Yatman yang merasakan itu.
Doakan aku ya, karena aku punya perasaan tidak enak terus dari kemarin.
* * *

Rasa lelah menggelantungi Yatman. Semua itu terasa saat ia baru meletakkan ransel di gerbang kampus. Berkemah 3 hari di pegunungan menyisakan kepenatan, selain rasa enjoy tentunya.
Teman-teman, aku pulang ya?
Segera Yatman meluncur bersama Taxi yang sedari tadi ia nanti. Sebenarnya kepulangan Yatman kali ini masih dihiasi risau, namun ia sudah mulai biasa. Alunan nada dalam balutan lagu melo yang diputar pak sopir sedikit membuainya.
Nada dering telepon selularnya tiba-tiba berbunyi. Itu memecah kenikmatan yang baru saja dirasakaan.
Kenapa?
Sista, kawan karib Yatman meminta untuk menemuinya.
Penting sekali! Ada masalah besar. Kutunggu di kafe ‘Daisy’ ya…
Tanpa pikir panjang, Yatman meminta sopir untuk segera ke sana. Sementara jauh di lubuk hatinya tersimpan tanda tanya besar. ???
Yatman disambut alunan Jazzy yang sedang mengiring kafe. Para muda bercengkerama, saling menatap. Keakraban terasa dalam hadir. Namun Yatman masih terus mencari sepasang mata indah milik Sista. Ia sudah membayangkan pasti bola mata itu sedang basah dan Sista terduduk lemas di satu kursi.
Hai, Yatman? Liburanmu menyenangkan?
Sista memakai kemeja pendek dipadu rok berwarna. Jauh dari kesan sedih.
Ikut aku ke gereja. Woody sudah di sana bersama kawannya. Ia ingin memperkenalkan padamu.
Woody, lelaki muda seusia dengannya. Kawan karib Yatman dan Sista ini memang tidak nampak sedari tadi. Tidak seperti biasa, mereka selalu bertiga jika bertemu di kafe ‘Daisy’.
Sista meraih tangan Yatman yang masih kebingungan. Mereka segera membelah kerumunan orang-orang muda itu. Berdua menyisir kafe dan kini mereka berlarian di hamparan padang kecil di belakangnya.
Tepat, kini dua orang itu sudah beradu pandang dengan sebuah gereja yang masih kokoh berdiri. Cahaya salib itu benderang sampai ke bola mata Yatman. Keduanya lalu masuk gereja.
Di tengah bangku-bangku jemaat yang telah kosong itu, Woody keluar dan menyapa Yatman.
Yatman, kenalkan temanku...
Kini Sista dan Woody tersenyum menyambut keluarnya seorang perempuan anggun. Yatman memandangi dari ujung kaki sampai ia tersentak ketika mulai memandang wajah putih bersinar itu.
Hai, Yatman...
Ransel dan jaketnya terjatuh di lantai gereja. Mata Yatman terbelalak dan mulutnya hanya menganga.
Woody dan Sista tertawa kecil.
Monix? Kamu kok, di Indonesia ?
Hai Yatman? Apa kabar?
Kini suasana mulai mencair. Yatman, Monix, Woody dan Sista bercanda dan bercengkerama. Keempatnya adalah karib mulai kecil. Namun Monix harus berpisah dengan ketiganya karena ikut orang tua ke Inggris.
Wah, kamu tambah ayu, Monix...
Tapi bukan karena Inggris, kan?
Kenangan indah sejak lulus SMU –awal kepergian Monik– terkuak kembali. Sebuah memori indah dan pahit menghiasi malam ini. Keempatnya terlentang di padang kecil dengan menatap taburan bintang.
Itu bintang kesukaan Monix, Sista...
Salah, Monix! Itu bintang Woody.
Monix. Jangan salah terus, dong. Tapi bintang Yatman mana, ya? Kok tidak muncul?
HA..ha... Lagi tidur, mungkin.... ha..ha....ha..ha...
Tidak ada hal yang paling menyenangkan buat para nadim1 ini selain saling memiliki bintang. Buat keempatnya, bintang merupakan simbol pribadi yang akan selalu memancar dimanapun dan kapanpun. Semua itu tervalut dalam sukacita. Namun entah mengapa, perasaan Yatman masih terus risau. Seperti sebuah pertanda. Aneh?!

* * *
Ayo, Yatman! Nanti keburu matahari tinggi.
Woody menarik lengan Yatman dan segera mereka beranjak menyusuri jalan menuju pemakaman umum di kota itu. Sekali lagi, jantung Yatman terus berdegup kencang dan entah kenapa. Makanya ia memilih diam.
Mereka pasti senang melihat aku kembali ke Indonesia...
Monix tersenyum dengan mawar-mawar putih di genggamannya,
Huh! GR kamu..!!!
Woody meledek.
Sudah. Sudah. Kita di pemakaman! Kok, malah bercanda?!
Sista bijak mengingatkan.
Kini keempatnya sudah ada di hadapan nisan Ani, Jay dan Rahmat. Bagian dari para Nadim. Mereka meninggal saat tragedi Bom Bali.
Pagi, para Nadim... Monix pulang...
Sudah tidak ada tawa lagi dalam ekspresi Woody, Yatman, Monix apalagi Sista. Bahkan bola-bola mata mereka terlihat basah. Tak lama meneteslah kristal-kristal yang disebut orang sebagai ungkapan kesedihan.
Monix memeluk Sista. Yatman malah tersungkur dan hampir meraih ketiga tempat peristirahatan terakhir para karibnya.
Andai saja aku tidak ngotot kita berlibur di Bali waktu itu....
Yatman meratap dengan sesal.
Sudah. Percuma untuk disesali..... Mereka sudah bahagia di sana.
Woody menepuk-nepuk bahu Yatman.
Seperti sama-sama sedang melihat tayangan film, begitu pula dengan memori keempaatnya. Bertujuh, mereka dulu bersama. Berlarian di padang, memutari gereja dan tentu saling memilih bintang. Serentak memori itu mengembang di layang fikir Woody, Yatman, Monix dan Sista. Serentak pula kembali kristal tangis itu menetes. Sampai beberapa saat.
Tak ada kata. Hanya tatapan sayu pada ketiga nisan. Semua berhias isak tangis.
Dalam hitungan menit.
..............
Sudah. Sudah. Biarkan kita relakan mereka.
Suara Woody berani memecah.
Tapi tidak, jika sebuah bom yang membuat kita kehilangan mereka.
Ani, Jay dan Rahmat juga kehilangan masa depan yang seharusnya mereka punyai. Hanya sekejap saja itu hilang!! Hanya karena orang-orang taak bertanggung jawab...
Monix protes.
Sudahlah, Monix. Semua sudah berlalu. Tuhan akan memberi yang terbaik untuk kita semua. Tidak mungkin Allah memberi batu kepada anak-Nya yang meminta roti, kan? Percayalah, DIA memberi kita yang terbaik.
Sista memeluk kembali Monix dan dalam pelukan itu Monix menyelesaikan tangisnya. Seikat mawar putih yang masing-masing mereka letakkan di nisan para karib menutup perjumpaan tak nyata. Kedukaan mereka kubur dalam-dalam. Tetapi tidak bagi kenangan indah dalam persahabatan yang mendalam.
* * *
Aku besok kembali ke Inggris. Jangan lupa e-mail!! Aku pasti selalu merindukan Indonesia.
Maksudmu merindukan kami, kan? Ha..ha.... ha..ha...
Woody mencoba mencairkan keadaan.
Oya, 2 minggu lagi aku berangkat ke Jakarta, lo. Aku diterima magang[2] di sana.
Selamat, Yatman. Apapun yang terjadi, kita tetap menjaga persahabatn ini kan?
* * *
Kelabu melingkupi hati nan gelisah. Kabut membawa kedukaan dalam bencana besar. Perasaan itu yang mengiring woody membuka e-mail dari Monix.
Date : 10 sept.2004
From : monix@frenzip.com
To : woody@freenzip.com
Subject : NIGHTMARE!!! What’s up?

Woody, aku denger di Indonesia ada bom. Bener di Jakarta, ya? Yatman magang di sana, kan?
Tapi jauh dari Kedubes Aussie, kan? Dia enggak apa-apa? SEGERA KABARI, thx.


Date : 10 sept.2004
From : woody@freenzip.com
To : monix@frenzip.com
Subject : .......................

Kebetulan Yatman berada di daerah Kuningan waktu kejadian.
Kini kita tinggal bertiga. Yatman telah pergi.... :’ (








* * *





[1] Nadim : Karib, kawan akrab
[2] magang : kuliaah praaktek

No comments: